Senja merah terlukis indah membungkus langit kota. Matahari segera
habis tertelan pepohonan diujung kaki gunung. Burung-burung kenari bersuara
merdu seolah melantunkan nada kebahagiaan sore hari. Mereka hendak pulang,
bergegas kembali menuju sangkarnya. Sound system telah disiapkan sejak tadi,
bersiap-siap untuk mengumandangkan adzan magrib. Hingga suara bedug pun
terdengar keras, membelah kesunyian langit kota. Ramadhan, selalu saja mengutip
cerita bahagia untukku. Aku bergegas lari ke meja makan, mengambil piring, dan
segera menyantap hidangan masakan mama. Saat itu umurku baru 10 tahun, namaku
Zahra.
“Zahra, jangan langsung makan,
doa dulu, baru minum” Tegur mama yang mengetahuiku riang menyantap hidangan
buka puasa kali ini. Ini makanan kesukaanku, batinku.
Tanpa menanggapi perkataan mama,
aku segera menengadah, meletakkan kedua tanganku di antara dagu dan dada. Dan
dengan cepat melafalkan kaliamat doa yang sudah ku hafal sejak kelas 2 SD.
Malam ini malam pertama kami
berbuka, baru kemarin Ramadhan menyentuh keindahan suasana hati. Bulan di lagit
tentu saja masih seluet yang terlihat, ini masih malam kedua kami melakukan
shalat tarawih di masjid.
Adzan kedua dikumandangkan,
pertanda waktu isya’ telah tiba. Orang-orang berdatangan ke masjid dekat rumahku.
Aku hanya butuh berjalan kaki beberapa langkah saja. Mengambil wudlu lalu duduk
riang menonton setiap langkah yang menginjakkan kakinya di masjid ini.
Orang-orang tua rentapun yang sudah menggunakan kursi roda masih menyempatkan
sholat di masjid ini. Ah sungguh indah bukan? Ini sungguh pemandangan yang
sangat indah. Melihat senyuman orang-orang yang tiba di masjid, memanggil
teman-teman SDku yang mengikuti shalat tarawih, Menyambut riang sanak saudara,
dan orang-orang lainya yang aku kenal. Itu moment yang tidak bisa ditukar
dengan apapun.
Hingga kami melakukan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat. Itu
rakaat yang amat banyak bagiku, aku terkekeh dalam hati.
Seusai shalat tarawih, mama
selalu menghampiriku, menjalurkan tangannya dan berminta maaf, lalu aku mencium
tangannya. Ya itu kebiasaan lama kami.
“Ah iya ma, Zahra keinget tadi
waktu sholat, Zahra masih punya eskrim di lemari es, nanti kita makan ya? Trus
tadi pagi waktu mama ke rumah eyang uti, ada tante yustrin datang kerumah
nitipin sesuatu buat mama, Zahra udah taruh di lemari mama. Trus tadi waktu
Zahra dudu..” Belum selesai aku bicara, mama memotong penjelasan panjang
lebarku.
“Zahra ingetnya waktu shalat
tarawih barusan?” Tanya mama
Aku mengangguk
Mama memperbaiki posisi duduknya,
lalu menyentuh lembut bahuku.
“Zahra, adakalanya Allah membuat
gerakan dan lafadz setiap kita sholat itu agar kita selalu mengingatNya, bukan
malah keinget hal-hal kayak tadi” Ucap mama lembut, memperbaiki anak rambut
yang terlihat di dahiku.
“Tapi ma, itu sungguh pikiran
yang datang tiba-tiba. Apalagi kita sholat selama itu” Belaku
“ Zahra tau nggak? Allah itu
menganjurkan kita melafalkan kalimat ‘Allahu Akbar’ di setiap takbir dalam
shalat itu punya tujuan lo”
“Apa?” Tanyaku singkat
“Arti dari Allahu Akbar itu kan ‘Allah
maha besar’, nah Allah meletakkan kalimat itu di setiap takbir shalat agar
tujuan kita inget Allah, kita inget kalau Allah itu maha besar, lebih besar
dari apapun di alam semesta. Nah, seperti yang kamu pikirkan tadi Zahra, eskrim
itu benda kecil banget? Mana mungkin benda kecil terhalang oleh yang paling
besar di semesta alam ini?”
“Iya ma, Zahra ngerti” Aku
bersunggut-sunggut mengiyakan
Dan percakapan kami berakhir
setelah tadarus di masjid di mulai
Selamat menunaikan ibadah puasa, Semoga berkah :)
Jika sempat, komentari yaa
ini bakal novel ya? :D terus ceritanya dari pengalaman pribadi? keren fit :D
BalasHapusHahaha bakal? bisa jadi bisa jadi :D
BalasHapusPengalaman pribadi? ahaha bisa jadi bisa jadi :D
Keren? ahaha bisa tentu saja tentu saja :D *sombong amat pit :d
Ahaha bercanda kak :D