Well, sebenarnya banyak post yang membahas tentang ketidakpentingan IPK tinggi. Tapi saya ingin menulis ini ditengah-tengah kesibukan menyelesaikan skripsi yang nggak kunjung selesai-selesai hahaha. Saat ini saya sedang menempuh kuliah semester akhir. Tulisan ini akhirnya saya tulis dengan sebab gejala panas dingin susah tidur galau gundah merana memikirkan skripsi, ah lebay sih, kayaknya nggak juga.
“Bagaimana
masa-masa semester yang mbak piti alami? IPnya bagus-bagus pasti ya, gimana
cara dapetin IP segitu mbak?”
Itu pertanyan
salah satu adek tingkat yang mungkin perlu dirubah mindsetnya hehe.
Well dear, it’s
for you all, especially for all of you who idolize high IPK. Ada beberapa hal
menurut pendapatku pribadi yang mungkin perlu kalian tau.
Saat semester
akhir tiba, tidak ada yang lebih penting buat mahasiswa selain nilai. Tiap
mahasiswa pasti penasaran dengan indeks prestasi yang diperolehnya. Saking
penasarannya, banyak dari kalian yang sering mentelengi laman siakad, buru-buru
buka tiap hari tiap saat tiap detik huahahaha. Dan setelah melihat hasil dari
nilai, buru-buru membandingkan dengan nilai temen, ngomentari dosen dia pelit
atau baik hati, perasaan mudah sekali berubah waktu itu, salah siapa liat nilai
aja pakek bawa perasaan. Perasaan senang kalau IP kita cumlaude, dengan gaya
sok rendah hati yang dibuat-buat kadang ada yang posting nilai, posting status
kalau dia sudah berhasil. Tapi kalau IP kita jeblok, dengan nada tegar yang
dibuat-buat dia akan nulis status “IPK bukan segalanya” atau “Yang penting
adalah proses mendapatkannya” Huohoho ciri khas mahasiswa deh >.< . Hak
untuk bangga atau tidak terhadap IPK adalah hak personal. Tapi, mungkin ada
baiknya kalau mindset itu tidak terlalu tertanam dihati, cukup sang pujaan hati
saja #eaaaa hahaha. Mungkin pertanyaan-pertanyaan ini bisa membantu merubahnya
Bagaimana
IPK dibuat?
Di dunia akademik, metodologi adalah hal penting yang tak boleh
diabaikan. Dalam penelitian, misalnya peneliti harus mempertanggung jawabkan
sumber analisis datanya. Dari mana data berasal? Bagaimana data itu diolah dan
dianalisis?
Idealnya, pertanyaan serupa juga perlu diungkapkan terhadap IPK.
Bagaimana dosen memunculkan angka antara 0 sampai 4 itu di kartu hasil studimu?
Secara normatif, skala 0 sampai 4 pada IPK adalah akumulasi
penilaian kuantitatif dari nilai tugas, nilai ujian tengah semester, dan ujian
akhir semester. Tiga komponen itu dijumlahkan dengan rasio bobot tertentu. Ada
dosen yang membuat rasio 1:1:1, ada yang 1:2:3, ada juga yang 2:1:2. Tapi
apakah perhitungan itu dilakukan secara ketat? Hanya Tuhan dan dosenmu yang
tahu hihihi
Mengapa
universitas perlu membuat IPK?
Universitas menggunakan IPK sebagai alat ukur. Sebagai alat ukur,
IPK berfungsi selayaknya termometer, speedometer, atau anumeter (alat ukur apa
ini? Haha)
Alat ukur biasanya menghasilkan angka atau tanda lain yang
merepresentasikan sebuah kondisi. Angka atau tanda ini kemudian dibaca untuk
mengetahui kondisi aktual. Dalam hal IP kondisi yang ingin diketahui adalah
perkembangan performa akademik mahasiswa.
Dengan IP Universitas bisa membuat kebijakan yang sesuai kebutuhan
mahasiswa. Misalnya, mahasiswa ber-IPK rendah harus mengikuti pendalaman.
Adapun mahasiswa berIPK tinggi boleh mengikuti kuliah lanjutan.
Mengapa
di dunia harus ada IPK?
Para pemikir prostivistik zaman dulu percaya bahwa realitas
hanyalah suatu yang dapat dilihat, diamati, diukur. Di luar sesuatu yang
dilihat hanyalah tahayul, omong kosong dan ilusi.
Keyakinan ini tampaknya diadopsi oleh para akademisi beralisan
sama. Mereka hanya percaya sesuatu ada jika nampak, terlihat, dan terukur.
Mereka percaya kemampuan, pemahaman, dan penghayatan mahasiswa
terhadap sebuah konsep juga harus terukur. Mereka baru percaya bahwa seseorang
mampu, atau menghayati jika ada indikatornya.
Keyakinan semacam inilah mendorong para dosen membuat alat ukur
dengan berbagai nilai tes. Dulu orang percaya soal pilihan ganda cukup akurat.
Belakangan, orang yakin soal pilihan ganda adalah kekonyolan sehingga perlu
ditinggalkan.
Untuk menggantikan itu, para dosen membuat alat ukur lain, misalnya
ujian lisan, menulis makalah, atau portofolio.
Apakah
IPK cukup akurat untuk menilai prestasi mahasiswa?
Jika digunakan untuk mengukur asperk kognitif, tes-tes tertulis
mungkin cukup memadai. Tapi, tes-tes semacam itu tidak bisa membaca aspek-aspek
kemanusiaan lain, semisalnya keyakinan, penghayatan, dan pengalaman, Padahal
tiga hal tersebut merupakan tujuan tertinggi pendidikan.
Ada sebuah kasus, seorang guru agama islam mengadakan ujian lisan
dengan menyuruh siswanya menghafalkan ujian Al-Ma’un. Siswa A mendapatkan nilai
bagus karena ia hafal dengan lancar surat Al-Ma’un. Sedangkan siswa B mendapat
nilai jelek karena tidak hafal surat Al-Ma’un sedangkan ia menghafal surat Ali
Imron.
Benarkah
orang tua kita senang IPK kita tinggi?
Tiap orang tua berharap anaknya menjadi orang baik apaun profesi
yang mereka emban. Jika orang tua menguliahkan anaknya maka orang tua ingin
anaknya lebih cerdas dari sebelumnya. Ada beberapa orang tua yang bangga akan
IPK anaknya yang tinggi, ya itu terkadang menjadi kebanggan tersendiri dan
membuktikan bahwa anaknya mampu bersungguh-sunggu berkuliah, eh mengejar nilai
lebih tepatnya. Ada lagi yang beberapa bangga untuk dipamerkan kepada teman
kantor, sanak saudara dan tentangga. Tapi ada juga orang tua yang woles, tidak
peduli berapapun IPK yang didapatkan oleh anak. Dengan hanya memantau dari
kemandirian anak dan bagaimana anak bermasyarakat serta bersikap itu sudah
menjadi parameter yang cukup untuk penilaian mereka terhadap perkembangan
kecerdasan anak.
Jika
IPK rendah, apakah berarti bodoh?
Anda kenal dengan Erica Golson? Ia merupakan lulusan terbaik yang
berpidato dengan menyinggung hal penting ini.
“Saya lulus. Seharusnya saya menganggap sebagai sebuah pengalaman
yang menyenangkan, terutama saya adalah lulusan terbaik disini. Namun setelah
direnungkan saya tidak bisa mengatakan bahwa saya memang lebih baik dan lebih
pintar dibandingkan teman-teman saya. Yang bisa saya katakan adalah yang
terbaik dalam melakukan apa yang diperintahkan kepada saya dan dalam hal
mengikuti system yang ada.
Erica percaya untuk dapat nilai bagus mahasiswa hanya harus
melakukan hal yang sederhana. Turuti dosen, kalau bisa lakukan lebih dari apa
yang diperintahkan oleh dosen. Dosen suruh buat satu makalah, maka buatlah 3
makalah haha, kalau dosen meminta anda untuk presentasi, maka berkhutbahlah !
hahaha, jika dosen meminta anda datang tepat waktu, maka datanglah ke kampus
sebelum subuh hahaha.
Tetapi itu pilihan yang juga memiliki resiko. Jika kamu terlalu
sibuk mengikuti keinginan dosen, maka kamu tidak sempat mengikuti keinginanmu
sendiri.
Saat mahasiswa lain keluar kampus mengikuti banyak kompetisi, kamu
hanya di kost ngerjain laporan praktikum. Saat mahasiswa lain magang di
perusahan, kamu sibuk menyelesaikan project yang belum tentu jadi prioritas dan
lain-lain.
Apakah
IPK berpengaruh terhadap masa depan?
Tergantung kamu mau jadi apa kelak. Kalau kamu ingin jadi karyawan,
tentu kamu perlu IPK bagus supaya ikut rekrutmen. Tapi kalau kamu ingin jadi
pegusaha, yang lebih kamu perlukan adalah kecakapan berinovasi dan mental baja.
Kalau kamu pengin jadi engacara dan buka firma hukum sendiri, IPK
tinggi juga harus tidak mutlak diperlukan, yang lebih diperlukan adalah
kecakapan analisis. Kalau kamu pengin jadi seniman, berkreasilah. Buatlah
sesuatu yang bisa dinikmati banyak orang.
Benarkah
perusahaan suka karyawan ber-IPK tinggi?
Beberapa perusahaan membuat syarat yang ketat saat rekrutmen. Biasanya
mereka hanya mengizinkan sarjana dengan IPK 2.75 keatas untuk ikut seleksi.
Sikap perusahaan ini menurut saya buka ingin merekrut mahasiswa cerdas, mereka
hanya sedang menghindari mahasiswa malas.
Sebab IPK 2.75 itu standar, dan bisa diperoleh dengan cara-cara
standar. Berangkat kuliah, presensi, nulis makalah, ikut ujian. Jika IPKmu
dibawah itu ada kemungkinan kamu malas, itu aja.
Apakah
IPK membantu memperoleh jodoh idaman? #eaaaa
Menurut analisis salah satu pakar psikologis sosial, jumlah cowok
yang tertarik pada cewek yang memiliki kecerdasan, tidak lebih banyak dibanding
jumlah cowok yang tertarik pada cewek karena kecantikannya. Dan juga cewek
tidak banyak melihat cowok yang pintar (apalagi sok pintar) kebanyakan dari
cewek memilih cowok karena nyaman dan beruang hahaha (menurut penelitian loh
ini). Tapi yang jelas dalam agama, kita memilih seseorang untuk dijadikan
pendamping hidup adalah yang paling utama dilihat adalah agamanya.
Apakah calon mertua mempertanyakan IPK saat lamaran? #eaaa
Tentu saja iya (jika calon mertuamu adalah dosen pembimbingmu di
kampus haha). Bukan hanya soal IPK, dia akan menanyakan tentang kenapa rasio
sample dan populasi tidak representatif. Dia bertanya bagaimana A dan B dapat
ditriangulasikan.
Everybody know lah apa yang jadi pertanyaan saat melamar nanti. Ini
point yang nggak penting sepertinya hahahaha
Berapa IPK yang diperlukan untuk jadi presiden?
IPK Joko Widodo saat kuliah di Fakultas Kehutanan UGM hanya 3.05.
Tapi beliau menjadi presiden negri ini sekarang tanpa disinggung-singgu IPK
yang pernah beliau peroleh.
Barack Obama lulus dari jurusan ilmu politik columbia University,
tapi tanpa penghargaan. Konon dia bisa diterima karena dia bisa diterima di
Harvard Law School karena politik afirmasi ras. Selain itu, saat itu karirnya
sedang bersinar sebagai tokoh politik berhaluan liberal.
Sebenarnya tidak hanya presiden, banyak sekali ilmuan ternama yang
bahkan tidak menyelesaikan studinya, tetapi nama mereka dapat mengglobal dan
memberi manfaat yang banyak bagi perkembangan zaman saat ini.
Apakah Soekarno pernah menyontek supaya IPK bagus?
Saat sekolah Teknik di Bandung, dia pernah bekerja sama dengan
mahasiswa lain saat ujian. Dan dia menyebut perbuatan itu sebagai “gotong-royong”.
Tidak percaya? Bacalah buku Penyambung Lidah Rakyat Cindy Adam.
Saya harap segera hahahaha
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTulisan yang menarik. Ya setidaknya sudah perlu bagi para pelajar di negeri yang konon kaya** ini untuk berhenti memproduksi IPK. Peningkatan skill dan kreatifitas sangat perlu untuk kondisi dunia yang sekarang.
BalasHapus** Kaya IPK 😜 tapi miskin sekali akan skill dan kreatifitas.
Hahahahaha
Hapustapi tetep diurus loh, biar ortu ga sia-sia biayai :)